Senin, 18 Maret 2013

SISTEM UPAH DAN PENGGAJIAN

Masalah upah/gaji umumnya merupakan masalah terpenting di antara sekian banyak masalah personalia. Setiap pemilik perusahaan biasanya berusaha mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya dengan tenaga yang diberikan karyawannya. Sebaliknya setiap karyawan menghendaki upah/gaji atau penghargaan yang maksimal sebagai ganti tenaga dan pikiran yang dicurahkan untuk perusahaan. Karena itu penentuan upah/gaji haruslah dapat merangsang karyawan untuk menggerakan segenap tenaga, pikiran, dan perhatianya untuk keberhasilan perusahaan

Pada dasarnya ada tiga sistem upah yaitu sistem upah menurut waktu, sistem upah menurut kesatuan hasil, dan sistem upah premi.

1. Sistem Upah Menurut Waktu

Besarnya sistem upah ini ditentukan berdasarkan waktu kerja, yaitu upah per jam, per hari, per minggu dan perbulan. Dengan sistem upah ini urusan pembayaran upah dapat diselenggarakan dengan mudah dan perhitungannya tidak menyulitkan. Tetapi, jika sistem upah ini dilaksanakan dengan murni, maka tidak ada perbedaan antara karyawan yang rajin dan tidak. Sehingga, dorongan untuk bekerja lebih baik tidak ada.

2. Sistem Upah Menurut Kesatuan Hasil

Sistem upah ini lazim dugunakan pada perusahaan industri. Jumlah upah yang diterima karyawan tergantung berapa banyak masing-masing karyawan menghasilkan atau melaksanakan pekerjaanya. Dengan demikian karyawan makin rajin untuk mencapai upah yang lebih tinggi. Akan tetapi, jika hal ini tidak dilakukan pengontrolan mutu yang ketat, bisa-bisa mutu barang yang dihasilkan rendah. Untuk mengatasi ini dapat dilakukan pengendalian mutu secara cermat, dan ditetapkan batasan upah minimal tanpa memperhatikan hasil kerjanya.Atau, perlu memasukan persyaratan mutu, disamping jumlah hasil, untuk menetapkan besarnya upah.

3. Sistem Upah Premi

Banyak teori tentang upah premi ini, yaitu menurut Taylor, Emerson, Grantt, Hasley, Badeux, dan Rowan. Teori-teori ini pada dasarnya sama, yaitu disediakan upah tambahan ( Premi ) bagi karyawan yang bekerja lebih baik. Hanya saja, ukuran yang digunakan berbeda.
Menurut Taylor, mula-mula ditentukan standar kerja dulu yaitu jumlah hasil kerja per satuan waktu. Bagi karyawan yang dapat menghasilkan lebih banyak dalam waktu sama akan diberikan premi tertentu. bagi yang kurang atau sama dengan standar kerja, upah yang diberikan adalah upah standar.
Menurut Emerson, Perlu ditentukan standar waktu untuk menyelesaikan satu unit hasil kerja, misalnya 8 jam untuk menyelesaikan sebuah meja kayu lapis. Ditentukan pula upah standar perjam, misalnya Rp.500,- perjam. Upah ini selalu ditambah dengan premi yang makin kecil untuk tiap kenaikan jam kerja.
Untuk teori yang lain pada prinsipnya sama, yang membedakan adalah cara pemberian premi dan besarnya premi. misalnya, premi menurut Hasley diberikan pada mereka yang dapat menyelesaikan tugas lebih cepat sebesar 50% dari upah yang telah dihemat. Sedangkan menurut badeux preminya sebesar 75%.


Sumber
Wibowo, Singgih., Murdinah, & Yusro Nuri Fawzya.(1968). Pedoman Mengelola Perusahaan Kecil, Jakarta : PT Penebar Swadaya.

Jumat, 15 Maret 2013

KEKUATAN DAN KELEMAHAN PERUSAHAAN KECIL

Biasanya usaha kecil mempunyai strategi tersendiri, yaitu dengan membuat produk yang khusus, unik, dan spesial agar tidak bersaing dengan usaha besar. Jika membuat produk yang sama dengan usaha besar tentu akan kalah bersaing.

Karena kecilnya usaha, perusahaan kecil umumnya mempunyai daerah pemasaran yang tidak terlalu jauh sehingga tabiet konsumennya dapat dipahami benar. Komunikasi dengan konsumen berjalan cepat dan seringkali berlangsung kepada pemilik. Ini menyebabkan usaha kecil dengan permodalan yang tidak besar itu bersifat luwes dan sering menghasilkan inovasi-inovasi.  Gejala-gejala menunjukan bahwa sebenarnya usaha kecil menjanjikan kesuksesan, keberhasilan, kepuasan, dan posisi tersendiri dalam dunia usaha. Besar harapannya untuk dapat berkembang besar.

Banyak anggapan bahwa mengurus usaha kecil itu mudah. Padaha, menurut banyak pengalaman, mengsukseskan usaha besar jauh lebih mudah. Namun demikian, sukses tidaknya suatu usaha pada dasarnya tidak tergantung kepada besar kecilnya ukuran usaha, tetapi lebih dipengaruhi oleh bagaimana mengelolahnya. Tidak sedikit usaha kecil yang gulung tikar gara-gara salah urus.

Masa-masa kritis yang harus dilalui perusahaan dalam hidupnya adalah selama 5 tahun pertama sejak didirikan. Dan ternyata, lebih dari 50 % usaha kecil gagal melewati usia 2 tahun pertamanya. Tidak sedikit pula usaha kecil yang maju selagi masih kecil tetapi jatuh setelah besar. Banyak pula usaha kecil yang cukup sukses ketika masih dikelola sendiri oleh pendirinya, tetapi macet setelah diserahkan kegenerasi penerusnya. dalam hal ini, pengetahuan penyebab kegagalan tersebut sangat berguna sekali. Banyak pelajaran yang dapat diambil yang sangat membantu untuk menentukan pilihan dan cara-cara mengurusnya.

Dengan ukuran yang kecil, pengusaha kecil seringkali mengabaikan hal-hal prinsip dalam pengoperasian usaha. Seringkali semuanya dikerjakan sendiri oleh pemiliknya tetapi tak satupun yang sukses. Kebanyakan pengelola tidak membiasakan diri mencatat data transaksi, keuangan, pembukuan, dan sebagainya dengan baik dan tertib. Mereka lebih mengandalkan daya ingat saja. Akibatnya, sulit mendapatkan kredit karena pihak bank meragukan kemampuan perusahaan untuk mengembalikan pinjaman sesuai aturannya.

Kebanyakan pengelola usaha kecil enggan mengeluarkan biaya untuk promosi dan penelitian ala usaha besar. Data dan fakta yang benar dan masih hangat yang sangat diperlukan dalam prinsip pengelolaan ilmiah tidak mencukupi, bahkan tidak ada. Sehingga, banyak kebijakan perusahaan yang dibuat berdasarkan kira-kira, kebiasaan, dan naluri saja. mereka lemah dalam pengelolaan ilmiah. Sementara itu, mereka kekurangan waktu untuk belajar guna menambah pengetahuan untuk menutupi kekurangannya.

Ada yang lebih konyol lagi, yaitu berlagak bagai pengusaha besar yang sukses dan hanya menyisihkan sedikit  waktu untuk mengurusi usahanya. Sebagian besar waktunya habis untuk hal-hal yang bersifat gengsi-gengsian, kesukaan pribadi, berkecimpung di kegiatan sosial dan kegiatan lain yang sama sekali tidak berkaitan dengan usahanya. Apalagi untuk belajar menambah pengetahuan. Biasanya pengusaha semacam ini adalah generasi penerus dari suatu usaha yang semula sudah berjalan lancar. Mereka ini juga malas untuk terjun langsung mengurusi usahanya. Untuk ini, kehancuran tinggal menunggu waktu saja.

Ringkasnya, kelemahan yang sering dijumpai pada usaha kecil yang gagal adalah dalam keorganisasian, keuangan, administrasi, pembukuan dan pemasaran.

Kelemahan keorganisasian umunya berupa tidak jelasnya struktur organisasi, pembagian tugas dan wewenang yang tidak jelas, status karyawan, sistem penggajian dan kepegawaiaan yang tidak beres. Selain itu, kepemimpinan seorang diri mempunyai kelemahan yang dapat menghancurkan usaha. Terutama jika pimpinan sakit dalam waktu lama atau bahkan meninggal dunia. Sementara persiapan kader belum dilakukan.

Di bidang keuangan, biasanya lemah dalam membuat anggaran, tidak adanya pencatatan dan pembukuan yang memadai dan tidak adanya batasan tegas antara milik pribadi (keluarga) dengan milik perusahaan. Seringkali pimpinan tidak tau berapa laba rugi usahanya.

Kelemahan dibidang pemasaran lasimnya berupa ketidak serasian antara program produksi dan penjualan. kelemahan ini juga disebabkan karena kurangnya penelitian pasar sehingga tidak tau bagaimana posisi pasarnya, cara menghadapi persaingan, apa guna promosi dan lain-lain.

Kelemahan lain yang sering menjadi jebakan adalah perluasan yang emosional tanpa didukung data dan fakta aktual. Juga seringnya unsur keluarga diikut campurkan kedalam persoalan-persoalan.

Sumber
Wibowo, Singgih., Murdinah, & Yusro Nuri Fawzya.(1968). Pedoman Mengelola Perusahaan Kecil, Jakarta : PT Penebar Swadaya.